M. Bere, Duri Hubungan Indonesia - Timor Leste

Diterbitkan : 11 September 2009 - 3:30pm | Oleh Aboeprijadi Santoso

Martenus Bere, pemimpin milisi Laksaur yang memimpin pembantaian di Gereja Suai pada tahun 1999, mengguncang politik di Dili di balik persahabatan yang hangat antara Indonesia dan Timor Leste.

Keputusan PM Xanana Gusmao melepas Bere atas desakan Indonesia membuat berbagai pihak, termasuk kalangan PBB, marah-marah.

Mengapa pemerintah Indonesia perlu membela seorang Wakil Camat Belu, NTT, Nusa Tenggara Timur, yang sudah didakwa aparat hukum PBB sebagai penjahat kemanusiaan?

Tetangga
Dubes Edi Setyabudi: 
"Era baru sudah dibangun sejak reformasi. Kita bisa memilih sahabat di mana pun, tetapi kita tidak bisa memilih siapa yang akan jadi tetangga kita. Jadi memang reformasi. Membuka satu era baru, memberikan dampak antara lain keputusan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat di sini untuk menentukan hari depannya."

Demikian Duta Besar Edi Setyabudi menyambut ulang tahun referendum Timor Leste sebagai era baru. Gayung pun saling-bersambut. Esoknya Presiden Jose Ramos-Horta dalam peringatan ulang tahun referendum sekali lagi mengajak menutup masa silam. Indonesia akan mencapai keadilan dengan caranya sendiri, katanya.

Jose Ramos-Horta: "I have a faith, slowly, gradually, steadily, justice will prevail."

Namun pada saat yang sama, ada ketegangan di balik perayaan karena tamu yang dinantikan masih menunggu di bandara Kupang. Menlu Hasan Wirayudha baru bertolak ke Dili setelah PM Xanana Gusmao memberitahu bahwa Martenus Bere telah dibawa ke KBRI. Mengapa Jakarta berkeras menuntut Bere dibebaskan?

Milisi kejam
Martenus Bere, warga Suai yang tinggal di NTT memimpin Laksaur, salah satu milisi yang terkenal kejam di tahun 1999. Awal Agustus dia ke Suai dan ditahan polisi PBB CivPol.

Sepuluh tahun lalu, dua ratusan ribu warga atau setengah penduduk TimTim dideportasi TNI ke perbatasan Atambua. Separo akhirnya kembali tapi ribuan bercokol di perbatasan dan menimbulkan ketegangan terus-menerus.

Pemerintah Jakarta tidak memindahkan mereka ke propinsi lain, TNI malah membangun pangkalan di sana, dan pemerintah Dili merangkul, mengajak mereka pulang, namun gagal. Akibatnya, perbatasan NTT menjadi duri dalam daging yang mengganggu ketenteraman Timor Leste.

Atambua menjadi pangkalan yang menguntungkan Indonesia dalam hal keamanan, tapi juga sebagai jalur penyelundupan barang dan perdagangan sembako yang dibutuhkan rakyat Timor Leste. Kasus Bere membuktikan Atambua juga memberi peluang tekanan politik Indonesia.

Jurubicara Deplu Teuku Faizasyah mengatakan kedua negara bersepakat menyelesaikan masalah masa silam dengan pakta KKP, Komisi Kebenaran dan Persahabatan. Dengan dalih itu, Indonesia rupanya tidak menganggap keberadaan aparat hukum serta polisi PBB relevan.

Penjahat perang
Presiden Ramos Horta malah mengusulkan akan menghentikan aparat penyidikan PBB, Serious Crimes Unit, SCU, dan Panel yang telah menghasilkan daftar terdakwa kejahatan tahun 1999 yang sebagian besar merupakan warga RI.

Tapi, menurut Ian Martin dari PBB, apabila SCU dan Panel dihentikan, dakwaan dan daftar tadi tetap berlaku. Siapa pun yang terdaftar di situ dapat ditahan Interpol. Martenus Bere hanya satu di antaranya, sebagian lain adalah para perwira TNI yang terlibat kekerasan tahun 1999.

Karena itulah, penahanan Bere dikhawatirkan dapat menjadi preseden berbahaya bagi pejabat sipil atau pun militer Indonesia lainnya. Mencegah preseden berarti melindungi mantan petinggi Indonesia yang didakwa PBB terlibat kekerasan tahun 99.

Beberapa tahun lalu, seorang jenderal Indonesia yang terdaftar SCU, setiba di bandara New Delhi, India, buru-buru kembali ke Jakarta karena Interpol siap menahan dirinya. Seorang jenderal yang lain, pernah membatalkan kunjungan ke Timor Leste, karena alasan yang sama.

Walhasil, pemerintah Xanana Gusmao melepas Bere sesungguhnya untuk merawat kepentingan sekuriti dan ekonomi karena Timor Leste telah menjadi semacam Finlandia, bahkan Baltik, yang mudah terancam oleh tetangga raksasa Uni Soviet.

Kondisi geopolitik inilah yang memungkinkan Indonesia melindungi para pejabatnya yang terlibat kekerasan tahun 1999. Tak heran, wakil oposisi Fretilin di parlemen dalam protesnya mengatakan, persahabatan dengan Indonesia kini merongrong kedaulatan aparat hukum Timor Leste.
Ikuti laporan Aboeprijadi Santoso selengkapnya, dengan mengklik tanda panah di bawah ini:

source: http://www.rnw.nl/id/bahasa-indonesia/article/m-bere-duri-hubungan-indonesia-timor-leste

No comments:

Post a Comment