Mantan Panglima Pejuang Integrasi Timtim Meninggal Dunia
Kupang (ANTARA News) - Mantan Panglima Pejuang Integrasi Timor Timur (Timtim), Joao Tavares (78), Senin, sekitar pukul 18.20 WITA meninggal dunia di Atambua, ibu kota Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), akibat penyakit stroke.
"Beliau sudah lama terserang stroke sampai akhirnya meninggal di tanah pengungsian," kata salah seorang kerabatnya, Armindo Mariano Soares, ketika dihubungi ANTARA di Kupang, Senin malam.
Armindo yang juga mantan Ketua DPRD Timor Timur semasa integrasi, melukiskan sosok Tavares sebagai seorang tokoh pejuang integrasi yang ulet.
"Almarhum sangat mencintai Merah Putih yang terpatri dalam sosok perjuangannya dalam mempertahankan integrasi Timtim. Karena rasa cintanya itulah, Pak Tavares memilih eksodus ke Atambua pascajajak pendapat di Timtim pada 1999 sampai akhirnya meninggal dunia," ujarnya.
Armindo yang kini menjabat sebagai anggota DPRD NTT dari Partai Golkar mengatakan, ketika terjadi perang saudara di Timtim pada 1975, Tavares yang berasal dari Partai Uni Demokrat Timorence (UDT) itu, sempat mengungsi ke Atambua.
Ketika terjadi integrasi melalui Deklarasi Balibo pada 1976, Tavares kembali ke Timor Timur bersama pasukannya melawan Fretilin yang antiintegrasi.
Pada saat itulah, kata Armindo, Tavares langsung ditunjuk menjadi Bupati Bobonaro yang berkedudukan di Maliana.
"Beliau (almarhum Tavares) menjadi Bupati Bobonaro selama sekitar 13 tahun," katanya.
Ia menambahkan, ketika Timtim masih dalam genggaman koloni Portugis, Tavares juga sempat menjadi pasukan tentara kolonial di Timtim.
Selepas jajak pendapat Timtim pada 1999, Tavares bersama pasukannya serta orang Timtim pro integrasi lainnya, eksodus ke wilayah Timor barat NTT dan memilih menetap di Atambua, wilayah yang berbatasan langsung dengan Distrik Bobonaro, Timor Leste.
Selama di tanah pengungsian, kata Armindo, Tavares menjadi salah seorang penasihat UNTAS (Uni Timor Aswain--wadah organisasi yang memayungi orang Timtim di pengungsian).
Tavares meninggalkan seorang istri dan beberapa anak, salah seorang di antaranya terpilih menjadi anggota dewan legislatif pada Pemilu Legislatif 9 April lalu untuk DPRD Belu dari Partai Demokrat.
"Saya kurang tahu persis anggota keluarganya, tetapi mereka adalah keluarga besar, dan salah seorang putranya terpilih menjadi anggota DPRD Belu untuk periode 2009-2014 dari Partai Demokrat," kata Armindo yang juga sudah hengkang ke Partai Gerindra dan terpilih kembali menjadi anggota DPRD NTT untuk periode lima tahun ke depan.(*)
"Beliau sudah lama terserang stroke sampai akhirnya meninggal di tanah pengungsian," kata salah seorang kerabatnya, Armindo Mariano Soares, ketika dihubungi ANTARA di Kupang, Senin malam.
Armindo yang juga mantan Ketua DPRD Timor Timur semasa integrasi, melukiskan sosok Tavares sebagai seorang tokoh pejuang integrasi yang ulet.
"Almarhum sangat mencintai Merah Putih yang terpatri dalam sosok perjuangannya dalam mempertahankan integrasi Timtim. Karena rasa cintanya itulah, Pak Tavares memilih eksodus ke Atambua pascajajak pendapat di Timtim pada 1999 sampai akhirnya meninggal dunia," ujarnya.
Armindo yang kini menjabat sebagai anggota DPRD NTT dari Partai Golkar mengatakan, ketika terjadi perang saudara di Timtim pada 1975, Tavares yang berasal dari Partai Uni Demokrat Timorence (UDT) itu, sempat mengungsi ke Atambua.
Ketika terjadi integrasi melalui Deklarasi Balibo pada 1976, Tavares kembali ke Timor Timur bersama pasukannya melawan Fretilin yang antiintegrasi.
Pada saat itulah, kata Armindo, Tavares langsung ditunjuk menjadi Bupati Bobonaro yang berkedudukan di Maliana.
"Beliau (almarhum Tavares) menjadi Bupati Bobonaro selama sekitar 13 tahun," katanya.
Ia menambahkan, ketika Timtim masih dalam genggaman koloni Portugis, Tavares juga sempat menjadi pasukan tentara kolonial di Timtim.
Selepas jajak pendapat Timtim pada 1999, Tavares bersama pasukannya serta orang Timtim pro integrasi lainnya, eksodus ke wilayah Timor barat NTT dan memilih menetap di Atambua, wilayah yang berbatasan langsung dengan Distrik Bobonaro, Timor Leste.
Selama di tanah pengungsian, kata Armindo, Tavares menjadi salah seorang penasihat UNTAS (Uni Timor Aswain--wadah organisasi yang memayungi orang Timtim di pengungsian).
Tavares meninggalkan seorang istri dan beberapa anak, salah seorang di antaranya terpilih menjadi anggota dewan legislatif pada Pemilu Legislatif 9 April lalu untuk DPRD Belu dari Partai Demokrat.
"Saya kurang tahu persis anggota keluarganya, tetapi mereka adalah keluarga besar, dan salah seorang putranya terpilih menjadi anggota DPRD Belu untuk periode 2009-2014 dari Partai Demokrat," kata Armindo yang juga sudah hengkang ke Partai Gerindra dan terpilih kembali menjadi anggota DPRD NTT untuk periode lima tahun ke depan.(*)
No comments:
Post a Comment